MAKALAH
KEBUTUHAN MOBILITAS
Di susun oleh :
1.
Agung
teguh s
2.
Bayu dewa
t
3.
Faradila
resta a
4.
Septa
meggy a
5.
Pipit
oviyani
6.
Slamet
wahyudi
7.
Sugeng
8.
Supriyanto
9.
Zaenat
joni m
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES AN-NUR PURWODADI
TAHUN AJARAN 2012/2013
LEMBAR
PENGESAHAN
Makalah ini disusun guna memenuhi Tugas Ilmu Dasar
Keperawatan (IDK).
Dengan materi yang berjudul “KEBUTUHAN MOBILITAS”
Purwodadi, mei 2013
penyusun
ii
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan segala rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga makalah dengan
judul “kebutuhan mobilitas” ini dapat terselesaikan dengan baik . penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu mata kuliah IDK
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data
sekunder yang penulis peroleh dari buku panduan dan media masa yang berkaitan
dengan materi, tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada pengajar mata
kuliah IDK atas bimbingan dan arahan
dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang
telah mendukung sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap , dengan membaca makalah ini dapat
member manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita
tentang kebutuhan mobilitas . memang makalah ini jauh dari sempurna, maka
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah
yang lebih baik.
iii
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL
i
LEMBAR
PENGESAHAN ii
KATA
PENGANTAR iii
DAFTAR
ISI iv
BAB1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1
1.4 Sistematika Penulisan 2
1.5 Metode Punilsan 2
BAB
2 PEMBAHASAN 3
2.1
Kebutuhan Mobilitas Dan Imobilitas 3
2.2 Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Kebutuhan
Aktivitas 10
2.3 Kebutuhan Mobilitas Dan Imobilitas 12
2.4 Postur Tubuh 13
BAB
3 PENUTUP 16
3.1
kesimpulan 16
3.2
saran 16
DAFTAR
PUSTAKA 17
iv
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Susan J. Garrison, 2004).
Mobilisasi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu mobilisasi secara pasif dan mobilisasi secara aktif. Mobilisasim secara pasif yaitu: mobilisasi dimana pasien dalam menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain secara total atau keseluruhan. Mobilisasi aktif yaitu: dimana pasien dalam menggerakkan tubuh dilakukan secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain (Priharjo, 1997).
Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilisasi akan memberikan kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilisasi
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kebutuhan aktivitas?
2. Sistem tubuh apa saja yang berperan dalam kebutuhan aktivitas?
3. Apa saja kebutuhan mobilitas dan imobilitas?
4. Apa saja kebutuhan mekanika tubuh dan ambulasi?
5. Bagaimana cara mengatur posisi tempat tidur pasien?
6. Bagaimana cara memindahkan pasien?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Khusus
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keterampilan Dasar Keperawatan.
1
b. Tujuan Umum
Ø Untuk mengetahui hal yang berhubungan dengan kebutuhan aktivitas.
Ø Untuk mengetahui posisi tidur yang baik dan manfaatnya.
Ø Untuk mengetahui cara memindahkan pasien dari satu posisi ke posisi lain.
Ø Untuk mengetahui hal yang berhubungan dengan kebutuhan aktivitas.
Ø Untuk mengetahui posisi tidur yang baik dan manfaatnya.
Ø Untuk mengetahui cara memindahkan pasien dari satu posisi ke posisi lain.
1.4 Sitematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
Bab I. Pendahuluan, berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan, sistematika penulisan, metode penulisan.
Bab II. Pembahasan, berisi pembahasan yang menjelaskan tentang kebutuhan aktivitas
Bab III. Penutup, berisi kesimpulan, dan saran.
1.5 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan studi keputusan. Studi kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara mencari, mengumpulkan, dan mempelajari materi-materi dari buku maupaun dari media informasi lainnya dalam hal ini yang berkaitan dengan kebutuhan aktivitas.
2
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Kebutuhan Mobilitas Dan Imobilitas
A. Mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
JENIS MOBILITAS
1. Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapt mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis yaitu :
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
3
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI MOBILITAS
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan diantaranya :
1. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses Penyakit/Cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstrimitas bagian bawah.
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat; sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan perkembangan usia.
4
B. Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang menganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya.
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang menganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya.
JENIS IMOBILITAS
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
PERUBAHAN SISTEM TUBUH AKIBAT IMOBILITAS
1. Perubahan Metabolisme
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
5. Perubahan Sistem Pernapasan
6. Perubahan Kardiovaskuler
7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
8. Perubahan Sistem Integumen
9. Perubahan Eliminasi
10. Perubahan Perilaku 5
Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Mobilitas Dan Imobilitas
A. Pengkajian Keperawatan, terdiri atas
1. Riwayat Keperawatan Sekarang, meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
2. Pengkajian Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita, berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis, riwayat penyakit kardiovaskular, riwayat penyakit sistem muskuloskeletal, riwayat penyakit sistem pernapasan, riwayat pemakaian obat seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksania, dan lain-lain.
3. Kemampuan Fungsi Motorik, pengkajiannya antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
4. Kemampuan Mobilitas, dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:
Tingakat Aktivitas/Mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan & peralatan
Tingkat4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan
5. Kemampuan Rentang Gerak, pengkajian rentang gerak (range of motion – ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.
Gerak Sendi Derajat Rentang Normal
6. Perubahan Intoleransi Aktivitas, berhubungan dengan perubahan pada sistem pernapasan, antara lain : suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding thorak, adanya mukus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi. Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem kardiovaskular, seprti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi. 6
7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi, dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan :
Skala Persentase Kekuatan Normal Karakteristik
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahana penuh
8. Perubahan Psikologis, disebabkan karena adanya gangguan mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme tulang, dan lain-lain
B. Diagnosis / Masalah Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik akibat trauma tulang belakang, fraktur, dan lain-lain
2. Gangguan penurunan curah jantung akibat imobilitas
3. Risiko cedera (jatuh) akibat orthostatik pneumonia
4. Intoleransi aktivitas akibat menurunnya tonus dan kekuatan otot
5. Sindrom perawatan diri akibat menurunnya fleksibilitas otot
6. Tidak efektifnya pola napas akibat menurunnya ekspansi paru
7. Gangguan pertukaran gas akibat menurunnya gerakan respirasi
8. Gangguan eliminasi akibat imobilitas
9. Retensi urine akibat gangguan mobilitas fisik
10. Inkontinensia urine akibat gangguan mobilitas fisik
11. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) akibat menurunnya nafsu makan (anoreksia) akibat sekresi lambung menurun, penurunan peristaltik usus
12. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrrolit akibat kurangnya asupan (intake)
13. Gangguan interaksi sosial akibat imobilitas
14. Gangguan konsep diri akibat imobilitas
C. Perencanaan KeperawataN
Tujuan :
- Meningkatkan Kekuatan, Ketahanan Otot, Dan Fleksibilitas Sendi
Dapat dilakukan dengan cara :
1. Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur tubuh yang benar. Cara ini dapat dilakukan dengan membuat sebuah jadwal tentang perubahan posisi selama kurang lebih setengah jam. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap agar kemampuan kekuatan otot dan ketahanan dapat meningkat secara berangsur-angsur. 7
2. Ambulasi dini merupakan salah satu tindakan yang
dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berdiri di
samping tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan seterusnya. Kegiatan ini
dapat dilakukan secara berangsur-angsur.
3. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk melatih kekuatan dan ketahanan serta kemampuan sendi agar mudah bergerak.
4. Latihan isotonik dan isometrik. Latihan ini juga dapat digunakan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan cara mengangkat beban yang ringan, kemudian beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung ringan dan nadi.
-Meningkatkan Fungsi Kardiovaskular
Meningkatkan fungsi kardiovaskular sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan antara lain dengan cara ambulasi dini, latihan aktif, dan pelaksanaan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Hal tersebut dilakukan secara bertahap. Di samping itu, dapat pula dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi setiap kali terjadi perubahan posisi. Untuk meningkatkan sirkulasi vena perifer dapat dilakukan dengan cara mengangkat daerah kaki secara teratur.
- Meningkatkan Fungsi Respirasi
Meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan dengan cara melatih pasien untuk mengambil napas dalam dan batuk efektif, mengubah posisi pasien tiap 1-2 jam, melakukan posturnal drainage, perkusi dada, dan vibrasi.
-Meningkatkan Fungsi Gastrointestinal
Meningkatkan fungsi gastrointestinal dapat dilakukan dengan cara mengatur diet tinggi kalori, protein, vitamin, dan mineral. Selain itu, untuk mencegah dampak dari imobilitas dapat dilakukan dengan altihan ambulasi.
-Meningkatkan Fungsi Sistem Perkemihan
Meningkatkan sistem kemih dapat dilakukan dengan latihan atau mengubah posisi serta latihan mempertahankannya. Pasien dianjurkan untuk minum 2500 cc per hari atau lebih, dan menjaga kebersihan perineal. Apabila pasien tidak dapat buang air kecil secara normal, dapat dilakukan kateterisasi. Di samping itu, untuk mencegah inkontinensia urine, dapat dilakukan dengan cara minum banyak pada siang hari dan minum sedikit pada malam hari. 8
-Memperbaiki Gangguan Psikologis
Meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi emosi sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan dengan cara komunikasi secara terapeutik dengan berbagai perasaan, membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, meningkatkan privasi pasien, memberikan dukungan moril, mempertahankan citra diri, menganjurkan untuk melakukan interaksi sosial, mengajak untuk berdiskusi tentang masalah yang dihadapi, dan seterusnya.
D. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien serta melakukan ROM pasif dan aktif.
1. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan dengan tingkat gangguan, seperti fowler, sim, trendelenburg, dorsal recumbent, lithotomi, dan genu pectoral.
a) Posisi Fowler, adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
b) Posisi Sim, adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat anus (suposutoria)
c) Posisi Trendelenburg, pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
d) Posisi Dorsal Recumbent, pada posisi ini pasien
berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau direnggangkan) di
atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa genitalia
serta pada proses persalinan.
e) Posisi Lithotomi, pada posisi ini pasien berbaring
telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut.
Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan
memasang alat kontrasepsi.
9
9
f) Posisi Genu Pectoral, pada posisi ini pasien
menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian atas tempat
tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa daerah rektum dan sigmoid.
2. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta memelihara dan mobilitas persendian.
2. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta memelihara dan mobilitas persendian.
a) Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
b) Fleksi dan Ekstensi Siku
c) Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
d) Pronasi Fleksi Bahu
e) Abduksi dan Adduksi
f) Rotasi Bahu
g) Fleksi dan Ekstensi Jari-Jari
h) Infersi dan Efersi Kaki
i) Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki
j) Fleksi dan Ekstensi Lutut
k) Rotasi Pangkal Paha
l) Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan mobilitas adalah sebagai berikut :
- Peningkatan fungsi sistem tubuh
-Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
- Peningkatan fleksibilitas sendi
- Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi pasien menunjukkan keceriaan
2.2 Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Kebutuhan Aktivitas
A. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan setup saat susuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.
Terdapa tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid 10 seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang femur dan fibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisi kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang dan terpisah dan lebih elastic pada masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa.
B. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta dihubungkan dengan tulang melalui tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi kembali.
C. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan.
D. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki somatic dan otonom. Bagian soamtis memiliki fungsi sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerah radial tangan.
E. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar segemen dan berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya sendi synovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan synovial. Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi lain sepertii sindesmosis, sinkondrosis dan simpisis.
11
2.3 Kebutuhan Mobilitas Dan Imobilitas
A. Kebutuhan Mobilitas
Mobitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya. Mobilitas terbagi menjadi:
1) Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalamai moblitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan control motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Mobilitas Seseorang Dapat Dipengaruhi Oleh Beberapa Factor, Diantaranya:
1. Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat
mempengaruhi mobilitas seseorang karena berdampak pada kebiasaan atau perilaku
sehiari-hari.
2. Proses Penyakit/Cidera. Hal dapat mempengaruhi mobilitas karena dapat berpengaruh pada fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.
3. Kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobiltas yang kuat. Begitu juga sebagliknya, ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya yang dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi. Untuk melakukan mobilitas diperlukan energy yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan. Terdapat kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda.
B. Kebutuhan Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya. Imobiltas terbagi menjadi:
2. Proses Penyakit/Cidera. Hal dapat mempengaruhi mobilitas karena dapat berpengaruh pada fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.
3. Kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobiltas yang kuat. Begitu juga sebagliknya, ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya yang dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi. Untuk melakukan mobilitas diperlukan energy yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan. Terdapat kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda.
B. Kebutuhan Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya. Imobiltas terbagi menjadi:
1) Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya 12 untuk mengubah tekanan.
2) Imobilitas intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami keterbatasan berpikir, seperti pada pasien yang mengalami gangguan otak akibat suatu penyakit.
3) Imobilitas emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Seperti keadaan stress berat karena diamputasi ketika mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
4) Imobilitas sosial, yakni keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam berinteraksi karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
2.4 Postur Tubuh
Postur tubuh (body alignment) merupakan susunan geometris dari bagian-bagian tubuh yang berhubungan dengan bagian tubuh yang lain. Bagian yang dipelajari dari postur tubuh adalah persendian, tendon, ligamen dan otot. Apabila keempat bagian tersebut digunakan dengan benar dan terjadi keseimbangan, maka dapat menjadikan fungsi tubuh maksimal, seperti dalam posisi duduk, berdiri, dan berbaring yang benar.
Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan dengan baik, mengurangi jumlah energi yang digunakan, mempertahankan keseimbangan, mengurangi kecelakaan, memperluas ekspansi paru, dan meningkatkan sirkulasi, baik renal maupun gastrointestinal. Untuk mendapatkan postur tubuh yang benar, terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya :
-Keseimbangan dapat dipertahankan jika garis gravitasi (line of gravity-garis imaginer vertikal) melewati pusat gravitasi (center of gravity-titik yang berada di pertengahan garis tubuh) dan dasar tumpuan (base of support-posisi menyangga atau menopang tubuh)
- Jika dasar tumpuan lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah, kestabilan dan keseimbangan akan lebih besar
- Jika garis gravitasi berada di luar pusat dasar tumpuan, energi akan lebih banyak digunakan untuk mempertahankan keseimbangan
- Dasar tumpuan yang luas dan bagian-bagian dari postur tubuh yang baik akan menghemat energi dan mencegah kelelahan otot
- Perubahan dalam posisi tubuh membantu mencegah ketidaknyamanan otot
- Memperkuat otot yang lemah dapat membantu mencegah kekakuan otot dan ligamen
- Posisi dan aktivitas yang bervariasi dapat membantu mempertahankan otot serta mencegah kelelahan
- Pergantian antara masa aktivitas dan istirahat dapat mencegah kelelahan
- Membagi keseimbangan antara aktivitas pada lengan dan kaki untuk mencegah beban belakang
- Postur yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasa nyeri, kelelahan otot, dan kontraktur.
13
Postur tubuh (body alignment) merupakan susunan geometris dari bagian-bagian tubuh yang berhubungan dengan bagian tubuh yang lain. Bagian yang dipelajari dari postur tubuh adalah persendian, tendon, ligamen dan otot. Apabila keempat bagian tersebut digunakan dengan benar dan terjadi keseimbangan, maka dapat menjadikan fungsi tubuh maksimal, seperti dalam posisi duduk, berdiri, dan berbaring yang benar.
Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan dengan baik, mengurangi jumlah energi yang digunakan, mempertahankan keseimbangan, mengurangi kecelakaan, memperluas ekspansi paru, dan meningkatkan sirkulasi, baik renal maupun gastrointestinal. Untuk mendapatkan postur tubuh yang benar, terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya :
-Keseimbangan dapat dipertahankan jika garis gravitasi (line of gravity-garis imaginer vertikal) melewati pusat gravitasi (center of gravity-titik yang berada di pertengahan garis tubuh) dan dasar tumpuan (base of support-posisi menyangga atau menopang tubuh)
- Jika dasar tumpuan lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah, kestabilan dan keseimbangan akan lebih besar
- Jika garis gravitasi berada di luar pusat dasar tumpuan, energi akan lebih banyak digunakan untuk mempertahankan keseimbangan
- Dasar tumpuan yang luas dan bagian-bagian dari postur tubuh yang baik akan menghemat energi dan mencegah kelelahan otot
- Perubahan dalam posisi tubuh membantu mencegah ketidaknyamanan otot
- Memperkuat otot yang lemah dapat membantu mencegah kekakuan otot dan ligamen
- Posisi dan aktivitas yang bervariasi dapat membantu mempertahankan otot serta mencegah kelelahan
- Pergantian antara masa aktivitas dan istirahat dapat mencegah kelelahan
- Membagi keseimbangan antara aktivitas pada lengan dan kaki untuk mencegah beban belakang
- Postur yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasa nyeri, kelelahan otot, dan kontraktur.
13
Pembentukan Postur
Tubuh Dapat Dipengaruhi Oleh Beberapa Faktor, Diantaranya:
1. Status Kesehatan. Perubahan status kesehatan dapat menimbulkan keadaan yang tidak optimal pada organ atau bagian tubuh yang mengalami kelelahan atau kelemahan sehingga dapat memengaruhi pembentukan postur. Hal ini dapat dijumpai pada orang sakit yang banyak mengalami ketidakseimbangan dalam pergerakan.
2. Nutrisi. Nutrisi merupakan bahan untuk menghasilkan energi yang digunakan dalam membantu proses pengaturan keseimbangan organ, otot, tendon, ligamen, dan persendian. Apabila status nutrisi kurang, kebutuhan energi pada organ tersebut akan berkurang sehingga dapat memengaruhi proses keseimbangan.
3. Emosi. Emosi dapat menyebabkan kurangnya kendali dalam menjaga keseimbangan tubuh. Hal tersebut dapat memengaruhi proses koordinasi pada otot, ligamen, sendi, dan tulang.
4. Gaya Hidup. Perilaku gaya hidup dapat membuat seseorang menjadi lebih baik atau bahkan sebaliknya menjadi buruk. Seseorang yang memiliki gaya hidup tidak sehat, misalnya selalu menggunakan alat bantu dalam melakukan kegiatan sehari-hari, dapat mengalami ketergantungan sehingga postur tubuh tidak berkembang dengan baik.
5. Perilaku dan Nilai. Adanya perubahan perilaku dan nilai seseorang dapat memengaruhi pembentukan postur. Sebagai contoh, perilaku dalam membuang sampah di sembarang tempat dapat memengaruhi proses pembentukan postur tubuh orang lain yang berupaya untuk selalu bersih dri sampah
B. Faktor –faktor yang
Mempengaruhi Mekanika Tubuh
1) Status Kesehatan. Terjadi penurunan koordinasi yang disebabkan oleh penyakit berupa berkurangya melakukan aktifitas sehari-hari.
2) Nutrisi. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot dan memudahkan terjadi penyakit.contoh: tubuh yang kekurangan kalsium akan lebih mudah fraktur.
3) Emosi. Kondisi psikologi seseorang dapat mudah memudahkan perubahan perilaku yang dapat menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan ambulasi yang baik.
4) Situasi dan Kebiasaan. Situasi dan kebiasaan yang dilakukan sesorang misalnya sering mengangkat benda-benda yang berat.
5) Gaya Hidup. Perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stress dan kemungkinan besar akan menyebabkan kecerobohan dalam beraktifitas.
6) Pengetahuan. Pengetahuan yang baik dalam pengguanaan mekanika tubuh akan mendorong seseorang untuk mempergunakannya dengan benar, sehingga mengurangi tenaga yang dikeluarkan.
14
C. Peran Sistem
Skeletal, Muskular dan Syaraf
1) Sistem skeletal
a) Sebagai penunjang jaringan tubuh yang membentuk otot-otot tubuh.
b) Melindungi organ tubuh yang lunak, seperti otak, jantung, paru-paru dan sebagainya.
c) Membantu pergerakan tubuh.
d) Menyimpan garam-garam mineral, seperti kalsium.
e) Membantu proses hematopoiesis yaitu pembuntukan sel darah merah dalam sum-sum tulang.
2) Sistem muscular
Secara umum mempengaruhi kontraksi sehingga menghasilkan gerakan-gerakan.
3) Sistem saraf
Neurotransmiter merupakan substansi kimia seperti asetilkolin yang memindahkan impuls listrik dari saraf yang bersilangan pada simpul mioeural ke otot.
D. Dampak Mekanik Tubuh yang Salah
1) Terjadi ketegangan sehingga memudahkan timbulnya kelelahan dan gangguan dalam system muskuloskletal.
2) Resiko terjadi kecelakaan pada system musculoskeletal. Seseorang salah berjongkok atau berdiri akan mudah terjadi kelainan pada tulang veterbra.
15
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Susan J. Garrison, 2004).
3.2. Saran
Dalam mempelajari materi ini, harusnya mahasiswa dan pembaca pada umumnya dapat mencari berbagai referensi agar isi tidak bersimpang siur materi agar sesuai dengan yang seharunsnya dan BPKM.
16
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Tarwoto dan Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dasar Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Asmadi, 2008, Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien, Jakarta: Salemba Medika
17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar